Selanjutnya, K (46) dan S (45), warga Desa Glempang, Kecamatan Pekuncen, Banyumas yang diduga menghalang-halangi mobil ambulans. Mereka menghalangi saat jenazah pasien positif COVID-19 akan dimakamkan di wilayah tersebut.
Sehingga mereka dijerat Pasal 214 KUHP dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984. Yakni tentang Wabah Penyakit Menular dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara.
Selain itu, A (26), warga Desa Pekuncen, Kecamatan Pekuncen, Banyumas. Dia diduga melempar bambu ke arah mobil ambulans yang membawa jenazah pasien positif COVID-19 di TKP yang masuk wilayah Desa Glempang, Kecamatan Pekuncen.
Sehingga dijerat Pasal 214 KUHP dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984. Yakni tentang Wabah Penyakit Menular dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara.
Kasus penolakan pemakaman jenazah pasien positif COVID-19 tersebut terjadi pada Selasa (31/3) sore. Kejadian terjadi di Desa Kedungwringin, dan selanjutnya dipindahkan ke Desa Tumiyang, Kecamatan Pekuncen pada malam harinya.
Tetapi jenazah yang baru dimakamkam di Desa Tumiyang pada Selasa (31/3) malam, akhirnya dibongkar kembali pada Rabu (1/4). Hal itu karena ada penolakan dari warga setempat dan desa tetangga, yakni Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok.
Pembongkaran makam tersebut dipimpin langsung oleh Bupati Banyumas Achmad Husein dan selanjutnya dimakamkan ke desa lainnya.
Polresta Banyumas memecah kasus penolakan pemakaman jenazah pasien positif COVID-19 itu dalam dua TKP. Karena Desa Kedungwringin, Kecamatan Patikraja masuk wilayah Kejaksaan Negeri Banyumas dan Pengadilan Negeri Banyumas.
Sedangkan Desa Tumiyang, Kecamatan Pekuncen masuk wilayah Kejari Purwokerto dan PN Purwokerto.
Tampilkan Semua